Sebagai fasilitator penyelenggaraan konseling, seorang konselor harus memiliki berbagai keterampilan dasar konseling agar mencapai tujuan konseling yang efektif. Pada Jendela Konseling kali ini dibahas tentang 5 jenis keterampilan dasar konseling yaitu atending, mengundang pembicaraan terbuka, paraphrase, refleksi perasaan dan konfrontasi.
Keterampilan AtendingKeterampilan atending merupakan usaha pembinaan untuk menghadirkan klien dalam proses konseling. Keterampilan dasar ini harus dikuasai oleh konselor karena keberhasilan membangun kondisi awal akan menentukan proses dan hasil konseling yang diselenggarakan. Penciptaan dan pengembangan atending dimulai dari upaya konselor menunjukkan sikap empati, menghargai, wajar dan mampu mengetahui atau paling tidak mengantisipasi kebutuhan yang dirasa klien.
Aspek-aspek keterampilan atending adalah:
a. Posisi badan(termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka)
- Duduk dengan badan menghadap klien
- Tangan kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan gerak isyarat yang sedang dikomunikasikan secara verbal.
- Merespon dengan ekspresi wajah, seperti senyum spontan atau anggukan kepala sebagai tanda setuju.
- Badan tegak lurus tetapi tidak kaku atau kalau perlu bisa dicondongkan ke arah klien untuk menunjukkan kebersamaan.
b. Kontak mata
- Melihat klien terutama pada waktu bicara.
- Menggunakan pandangan spontan yang menunjukkan minat atau keinginan untuk merespon.
c. Mendengarkan
- Memelihara perhatian penuh yang terpusat pada klien.
- Mendengarkan apapun yang dikatakan klien.
- Mendengarkan keseluruhan pribadi klien (kata-kata, perasaan dan perilakunya)
- Memahami keseluruhan pesannya.
Keterampilan Mengundang Pembicaraan Terbuka
Keterampilan ini digunakan ketika konselor melakukan wawancara dengan klien. Ajakan terbuka untuk berbicara memberi kesempatan klien agar mengeksplorasi dirinya sendiri dengan dukungan pewawancara. Pertanyaan terbuka membuka peluang klien untuk mengemukakan ide perasaan dan arahnya tanpa harus menyesuaikan dengan setiap kategori yang telah ditentukan oleh pewawancara.
Contoh-contoh pertanyaan yang disarankan adalah:
a. Membantu memulai wawancara
- “Apa yang akan Anda bicarakan hari ini?”
b. Membantu menguraikan masalah
- ”Cobalah Anda menceritakan lebih banyak lagi tentang hal itu!”
- ”Bagaimana perasaan Anda pada saat kejadian itu?”
c. Membantu memunculkan contoh-contoh perilaku khusus sehingga pewawancara dapat memahami dengan lebih baik apa yang dijelaskan oleh klien.
- ”Apa yang Anda rasakan pada saat Anda menceritakan hal ini kepada saya?”
- ”Bagaimana perasaan Anda selanjutnya pada saat itu?”
Contoh-contoh pertanyaan yang tidak disarankan adalah:
a. Pemakaian pertanyaan tertutup yang terlalu sering.
- ”Apakah telah terjadi perbaikan sejak pertemuan kita yang terakhir?”
b. Pengajuan pertanyaan lebih dari satu pada saat yang sama.
- ”Apakah Anda harus memasuki pekerjaan itu?”
c. Pengajuan pertanyaan ”Mengapa”, karena pertanyaan ini sering menyudutkan orang dan sukar dijawab.
- ”Mengapa Anda tidak bergaul dengan baik?”
d. Memasukkan jawaban dalam pertanyaan.
- ”Anda sebenarnya belum mengerti hal itu pada saat Anda mengatakan tentang ayahnya, bukan?”
Keterampilan Paraprase
Paraprase adalah suatu keterampilan dasar dalam konseling yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antar pribadi. Esensi dari keterampilan ini adalah pengulangan kata-kata atau pemikiran-pemikiran kunci dari klien yang dirumuskan oleh konselor sendiri. Maksud dari kegiatan paraprase adalah: (1) menyampaikan kepada klien bahwa konselor bersama klien, dan konselor berusaha memahami apa yang dinyatakan klien; (2) mengkristalisasi komentar klien dengan lebih singkat sehingga membantu mengarahkan wawancara; dan (3) memberi peluang untuk memeriksa kecermatan persepsi konselor. Kegiatan paraprase bukan merupakan upaya untuk membaca apa yang terlintas di benak, tetapi suatu bantuan untuk memperoleh klarifikasi tambahan yang cermat.
Cara memparaprase adalah sebagai berikut:
a. Dengarkan pesan utama klien.
b. Nyatakan kembali kepada klien ringkasan pesan utamanya secara sederhana dan singkat.
c. Amati pertanda atau meminta respon dari klien tentang kecermatan paraprase.
Berikut paraprase yang tidak disarankan:
a. Analisis, interpretasi, atau pertimbangan nilai tentang pesan klien yang dimaukkan dalam respon konselor.
b. Respon konselor hanya tertuju kepada bagian kecil dari pesan klien, bukan tema utamanya.
c. Pemakaian kata-kata paraprase atau prase yang tidak tepat dalam wawancara (kata-kata teknis, istilah psikologi yang berlebihan)
Keterampilan Refleksi Perasaan
Refleksi perasaan merupakan keterampilan konselor untuk merespon keadaan perasaan klien terhadap situasi yang sedang dihadapi. Kemampuan ini akan mendorong dan merangsang klien untuk mengemukakan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapinya. Merefleksi perasaan klien merupakan suatu teknik yang ampuh, karena melalui tindakan keterampilan tersebut akan terwujud suasana keakraban dan sekaligus pemberian empati dari konselor kepada klien. Esensi dari keterampilan ini adalah untuk mendorong dan merangsang klien agar dapat mengekspresikan bagaimana perasaan tentang situasi yang sedang dialami.
Aspek-aspek keterampilan refleksi perasaan adalah:
a. Mengamati perilaku klien
Pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan ekspresi wajah klien.
b. Mendengarkan dengan baik
Penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara klien dan kata-kata yang diucapkan.
c. Menghayati pesan yang dikomunikasikan klien.
Tindakan ini dimaksudkan untuk memahami dan menangkap isi pembicaraan klien.
d. Mengenali perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien.
e. Menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien.
f. Menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien.
g. Mengecek kembali perasaan klien.
Untuk meyakinkan apakah respon yang diberikan konselor tepat atau tidak, konselor hendaknya melakukan pengecekan kembali dengan cara mengamati jawaban dan ekspresi klien setelah respons itu disampaikan.
Keterampilan Konfrontasi
Konfrontasi dalam wawancara konseling dimaknai sebagai pemberian tanggapan terhadap pengungkapan kontradiksi dari klien. Konfrontasi yang efektif tidak menyerang klien, tetapi merupakan tanggapan khusus dan terbatas tentang perilaku klien yang tidak konsisten. Penggunaan keterampilan ini mensyaratkan beberapa tingkat kepercayaan dalam hubungan konseling yang telah dikembangkan melalui keterampilan-keterampilan lain. Nada suara, cara mengintroduksi konfrontasi, sikap badan dan ekspresi wajah, serta tanda-tanda non verbal lainnya merupakan faktor-faktor utama dalam menerapkan keterampilan ini.
Contoh-contoh materi yang secara umum diberikan konfrontasi dalam proses konseling adalah:
a. Kontradiksi antara isi pernyataan dan cara mengatakan.
Konselor: ”Bagaimana khabar Anda hari ini?”
Klien : Oh..(suara datar) dalam keadaan baik-baik saja” (suara rendah, sikap dan posisi tubuh tampak gelisah)
Konselor: ”Anda mengatakan baik-baik saja, tetapi suara dan sikap Anda nampak menunjukkan kegelisahan?”
b. Tidak konsisten antara apa yang diinginkan dan apa yang dilakukan oleh klien.
c. Tidak konsisten antara apa yang dikatakan klien dengan reaksi yang diharapkan oleh konselor.
(Narasumber: Prof.Dr. DYP Sugiharto, M.Pd Kons)