Senin, 13 Desember 2010

Pola Kepribadian Individu – Elizabeth B. Hurlock

Membicarakan tentang pola kepribadian, kita akan menjumpai berbagai teori yang sangat beragam. Dengan merujuk pada tulisan yang dibuat oleh  Depdiknas (2007), di bawah ini  akan diuraikan sekilas tentang pola kepribadian sebagaimana disampaikan oleh Elizabeth B. Hurlock (1978) yang mengatakan bahwa pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang multidimensi yang terdiri atas “self-concept” sebagai inti atau pusat gravitasi kepribadian dan “traits” sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respon.

1. Self-concept (Concept of self )
Self-concept ini dapat diartikan sebagai (a) persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya sendiri; (b) kualitas penyikapan individu tentang dirinya sendiri; dan (c) suatu sistem pemaknaan individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya.
Self-concept ini memiliki tiga komponen, yaitu: (a) perceptual atau physical self-concept, citra seseotang tentang penampilan dirinya (kemenarikan tubuh atau bodinya), seperti: kecantikan, keindahan, atau kemolekan tubuhnya; (b) conceptual atau psychological self-concept, konsep seseorang tentang kemampuan (keunggulan) dan ketidakmampuan (kelemahan) dirinya, dan masa depannya, serta meliputi kualitas penyesuaian hidupnya: honesty, self-confidence, independence, dan courage; dan (c) attitudinal, yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan, dan kepenghinaannya. Apabila seseorang sudah masuk masa dewasa, komponen ketiga ini juga terkait dengan aspek-aspek: keyakinan, nilai-nilai, idealita, aspirasi, dan komitmen terhadap way of life hidupnya.
Dilihat dari jenisnya, Self-concept ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
  1. The Basic Self-concept. Jane menyebutnya “real-self”, yaitu konsep seseorang tentang dirinya sebagaimana adanya. Jenis ini meliputi : persepsi seseorang tentang penampilan dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, peranan dan status dalam kehidupannya, dan nilai-nilai, keyakinan, serta aspirasinya.
  2. The Transitory Self-concept. Ini artinya bahwa seseorang memiliki “self-concept” yang pada suatu saat dia, memegangnya, tetapi pada saat lain dia melepaskannya. “self-concept” ini mungkin menyenangkan tapi juga tidak menyenangkan. Kondisinya sangat situasional, sangat dipengaruhi oleh suasana perasaan (emosi), atau pengalaman yang lalu.
  3. The Social Self-concept. Jenis ini berkembang berdasarkan cara individu mempercayai orang lain yang mempersepsi dirinya, baik melalui perkataan maupun tindakan. Jenis ini sering juga dikatakan sebagai “mirror image”. Contoh: jika kepada seorang anak dikatakan secara terus-menerus bahwa dirinya “naughty” (nakal), maka dia akan mengembangkan konsep dirinya sebagai anak yang nakal. Perkembangan konsep diri sosial seseorang dipengaruhi oleh jenis kelompok sosial dimana dia hidup, baik keluarga, sekolah, teman sebaya, atau masyarakat. Jersild mengatakan bahwa apabila seorang anak diterima, dicintai, dan dihargai oleh orang-orang yang berarti baginya (yang pertama orang tuanya, kemudian guru, dan teman) maka anak akan dapat mengembangkan sikap untuk menerima dan menghargai dirinya sendiri. Namun apabila orang-orang yang berarti (signifant others) itu menghina, menyalahkan, dan menolaknya, maka anak akan mengembangkan sikap-sikap yang tidak menyenangkan bagi dirinya sendiri.
  4. The Ideal Self-concept. Konsep diri ideal merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diinginkan mengenai dirinya, atau keyakinan tentang apa yang seharusnya mengenai dirinya. Konsep diri ideal ini terkait dengan citra fisik maupun psikhis. Pada masa anak terdapat diskrepansi yang cukup renggang antara konsep diri ideal dengan konsep diri yang lainnya. Namun diskrepansi itu dapat berkurang seiring dengan berkembangnya usia anak (terutama apabila seseorang sudah masuk usia dewasa).
Perkembangan self-concept dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh berbagai faktor,  seperti tertera pada gambar berikut ini.
Kepribadian  Individu - Elizabeth B. Hurlock
2. Traits (Sifat-sifat)
Traits ini berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap, dan keterampilan kepada pola-pola berpikir, merasa, dan bertindak. Sementara konsep diri berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan prakarsa-prakarsa kegiatan.
Traits dapat diartikan sebagai aspek atau dimensi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relatif konsisten (ajeg) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara khas. Dapat diartikan juga sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk mereaksi rangsangan dari lingkungan.
Deskripsi dan definisi traits di atas menggambarkan bahwa traits merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dipelajari untuk (a) mengevaluasi situasi dan (b) mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu.
Setiap traits mempunyai tiga karakteristik: (a) Uniqueness, kekhasan dalam berperilaku, (b) likeableness, yaitu bahwa trait itu ada yang disenangi (liked) dan ada yang tidak disenangi (disliked), sebab traits itu berkontribusi kepada keharmonisan atau ketidakharmonisan, kepuasan atau ketidakpuasan orang yang mempunyai traits tersebut. Traits yang disenangi seperti: jujur, murah hati, sabar, kasih sayang, peduli, dan bertanggung jawab. Sedangkan yang tidak disenangi seperti: egois, tidak sopan, ceroboh, pendendam, dan kejam/bengis. Sikap seseorang terhadap traits ini merupakan hasil belajar dari lingkungan sosialnya; dan (c) consistency, artinya bahwa seseorang itu diharapkan dapat berperilaku atau bertindak secara ajeg.
Sama halnya dengan “self-concept”, “traits” pun dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor hereditas dan belajar. Faktor yang paling mempengaruhi adalah (a) pola asuh orang tua, dan (b) imitasi anak terhadap orang yang menjadi idolanya. Beberapa trait dipelajari secara “trial dan error”, artinya belajar anak lebih bersifat kebetulan, seperti perilaku agresif dalam mereaksi frustasi. Contohnya: anak menangis sambil membanting pintu kamarnya, gara-gara tidak dibelikan mainan yang diinginkannya. Apabila dengan perbuatan agresifnya itu, orang tua akhirnya membelikan mainan yang diinginkan anak, maka anak cenderung akan mengulangi perbuatan tersebut. Demikian terjadi pada orang dewasa bersikap kurang percaya kepada orang lain sehingga menunjukkan perilaku suka protes seperti “unjuk rasa” sambil berperilaku brutal terhadap ketidakpuasan manajerial perusahaan atau menuntut kenaikan gaji kepada perusahaan. Para pengunjuk rasa melakukan aksi protes dengan cara brutal tersebut apabila pada akhirnya dipenuhi oleh perusahaan maka cara-cara protes demikian akan diulang-ulang untuk mengintimidasi para pengambil kebijakan.
Anak juga belajar (memahami) bahwa traits atau sifat-sifat dasar tertentu sangat dihargai (dijunjung tinggi) oleh semua kelompok budaya secara universal, seperti: kejujuran, respek terhadap hak-hak orang lain, disiplin, tanggung jawab, dan sikap apresiatif.

Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah

A. Pengembangan Program BK
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terencana berdasarkan pengukuran kebutuhan (need asessment) yang diwujudkan dalam bentuk program bimbingan dan konseling. Program bimbingan dan konseling di sekolah dapat disusun secara makro untuk 3 (tiga) tahun, meso 1 (satu) tahun dan mikro sebagai kegiatan operasional dan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan khusus. Program menjadi landasan yang jelas terukur layanan profesional yang diberikan oleh konselor di sekolah.
Program bimbingan dan konseling disusun berdasarkan struktur program dan bimbingan dan konseling perkembangan.
1. Komponen (Struktur) Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Struktur program bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu : (a) layanan dasar bimbingan; (b) layanan responsif, (c) la- yanan perencanaan individual, dan (d) layanan dukungan sistem. Keterkaitan keempat komponen program bimbingan dan konseling ini dapat digambarkan pada gambar 1.
komponen layan BK
Gambar 1. Komponen Program BK
a.  Layanan Dasar Bimbingan
1) Pengertian
Layanan dasar bimbingan diartikan sebagai “proses pemberian bantuan kepada semua siswa (for all) melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka membantu perkembangan dirinya secara optimal”.
2) Tujuan
Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan layanan dirumuskan sebagai upaya untuk membantu siswa agar : (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
3) Materi
Untuk mencapai tujuan tersebut, kepada siswa disajikan materi layanan yang menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu siswa dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi layanan dasar bimbingan dapat diambil dari berbagai sumber, seperti majalah, buku, dan koran. Materi yang diberikan, disamping masalah yang menyangkut pengembangan sosial-pribadi, dan belajar, juga materi yang dipandang utama bagi siswa SLTP/SLTA, yaitu yang menyangkut karir. Materi-materi tersebut, di antaranya : (a) fungsi agama bagi kehidupan, (b) pemantapan pilihan program studi, (c) keterampilan kerja profesional, (d) kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan, (e) perkembangan dunia kerja, (f) iklim kehidupan dunia kerja, (g) cara melamar pekerjaan, (h) kasus-kasus kriminalitas, (i) bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan (j) dampak pergaulan bebas. Materi lainnya yang dapat diberikan kepada para siswa adalah sebagai berikut:
  • Pengembangan self-esteem.
  • Pengembangan motif berprestasi.
  • Keterampilan pengambilan keputusan.
  • Keterampilan pemecahan masalah.
  • Keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi.
  • Memahami keragaman lintas budaya.
  • Perilaku yang bertanggung jawab.
b.  Layanan Responsif
1) Pengertian
Layanan responsif merupakan “pemberian bantuan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera”.
2) Tujuan
Tujuan layanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Tujuan layanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.
3) Materi
Materi layanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa. Masalah dan kebutuhan siswa berkaitan dengan keinginan untuk memahami tentang suatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya yang positif. Kebutuhan ini seperti kenginan untuk memperoleh informasi tentang bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas dan sebagainya.
Masalah siswa lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dialami atau dirasakan mengganggu kenyamanan hidupnya atau menghambat perkembangan dirinya yang positif, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Masalah siswa pada umumnya tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.
Masalah (gejala masalah) yang mungkin dialami siswa di antaranya : (a) merasa cemas tentang masa depan, (b) merasa rendah hati, (c) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkannya secara matang), (d) membolos dari sekolah, (e) malas belajar, (f) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, (g) kurang bisa bergaul, (h) prestasi belajar rendah, (i) malas beribadah, (j) masalah pergaulan bebas (free sex), (k) masalah tawuran, (l) manajemen stress, dan (m) masalah dalam keluarga.
Untuk memahami kebutuhan dan masalah siswa dapat ditempuh dengan cara menganalisis data siswa, baik yang bersumber dari inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket siswa, wawancara, observasi, sosiometri, daftar hadir siswa, leger, psikotes dan daftar masalah siswa atau alat ungkap masalah (AUM).
c.  Layanan Perencanaan Individual
1) Pengertian
Layanan ini diartikan “proses bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya”.
2) Tujuan
Layanan perencanaan individual bertujuan untuk membantu siswa agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Tujuan layanan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi siswa untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi atau materi perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa untuk memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh siswa, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing siswa. Melalui layanan perencanaan individual, siswa dapat:
  • Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakatnya.
  • Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya.
  • Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
  • Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
3) Materi
Materi layanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Materi pengembangan aspek (a) akademik meliputi : memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (b) karir meliputi : mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (c) sosial-pribadi meliputi : pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
d. Layanan Dukungan Sistem
Ketiga komponen program, merupakan pemberian layanan BK kepada siswa secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa. Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesinal; hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas; manajemen program; penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990).
Program ini memberikan dukungan kepada guru pembimbing dalam memperlancar penyelenggaraan layanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem ini meliputi dua aspek, yaitu : (1) pemberian layanan, dan (2) kegiatan manajemen.
1) Pemberian Layanan Konsultasi/Kolaborasi
Pemberian layanan menyangkut kegiatan guru pembimbing (konselor) yang meliputi (a) konsultasi dengan guru-guru, (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat, (c) berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah, (d) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka mencisekolahakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan siswa, (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling.
2) Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (a) pengembangan program, (b) pengembangan staf, (c) pemanfaatan sumber daya, dan (d) pengembangan penataan kebijakan.
Secara operasional program disusun secara sistematis sebagai berikut :
  • Rasional berisi latar belakang penyusunan pogram bimbingan didasarkan atas landasan konseptual, hukum maupun empirik
  • Visi da misi, berisi harapan yang diinginkan dari layanan Bk yang mendukung visi , misi dan tujuan sekolah
  • Kebutuhan layanan bimbingan, berisi data kebutuhan siswa, pendidik dan isntitusi terhadap layanan bimbingan. Data diperoleh dengan mempergunakan instrumen yang dapat dipertanggungjawabkan
  • Tujuan, berdasarkan kebutuhan ditetapkan kompetensi yang dicapai siswa berdasarkan perkembangan
  • Komponen program: (1) layanan dasar, program yang secara umum dibutuhkan oleh seluruh siswa pertingkatan kelas; (2) layanan responsif, program yang secara khusus dibutuhakn untuk membatu para siswa yang memerlukan layanan bantuan khusus; (3)  layanan perencanaan individual, program yang mefasilitasi seluruh siswa memiliki kemampuan mengelola diri dan merancang masa depan; dan (4) dukungan sistem, kebijakan yang mendukung keterlaksanaan program, program jejaring baik internal sekolah maupun eksternal
  • Rencana operasional kegiatan
  • Pengembagan tema atau topik (silabus layanan)
  • Pengembangan satuan layanan bimbingan
  • Evaluasi
  • Anggaran
Program disusun bersama oleh personil bimbingan dan konseling dengan memperhatikan kebutuhan siswa, mendukung kebutuhan pendidik untuk memfasilitasi pelayanan perkembangan siswa secara optimal dalam pembelajaran dan mendukung pencapaian tujuan, misi dan visi sekolah. Program yang telah disusun disampaikan pada semua pendidik di sekolah pada rapat dinas agar terkembang jejaring layanan yang optimal.
Terkait dengan peran pengawas sekolah, pengawas dapat melakukan pembinaan dan pengawasan “apakah sekolah memiliki program bimbingan dan konseling?”. Pimpinan sekolah dan personil bimbingan (guru pembimbing/konselor) harus didorong untuk menyusun program bimbingan. Jika program sudah ada personil bimbingan dan pimpinan sekolah didorong untuk melakukan kajian apakah program sudah memfasilitasi kebutuhan peserta didik dan mendukung ketercapaian visi, misi dan tujuan sekolah. Pengawas juga mendorong pimpinan sekolah dan konselor untuk menyampaikan program pada rapat dinas sekolah sehingga semua pendidik di lingkungan sekolah mengetahui, memahami dan dapat mengembangkan jejaring dalam peran fungsinya masing-masing.
[Diambil dari: Depdiknas.2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bahan Belajar Mandiri Pelatihan Pengawas Sekolah), Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan]

Senin, 06 Desember 2010

Studi Kasus Untuk Bimbingan Konseling

DESKRIPSI KASUS
Lia (bukan nama sebenarnya) adalah siswa kelas I SMU Favorit Salatiga yang barusan naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara sosial ekonomi di desa pedalaman + 17 km di luar kota Salatiga, sebagai anak pertama semula orang tuanya berkeberatan setamat SLTP anaknya melanjutkan ke SMU di Salatiga; orang tua sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu susah-sudah melanjutkan sekolah ke kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya saat pengambilan STTB dengan berat merelakan anaknya melanjutkan sekolah. Pertimbangan wali kelasnya karena Lia terbilang cerdas diantara teman-teman yang lain sehingga wajar jika bisa diterima di SMU favorit. Sejak diterima di SMU favorit di satu fihak Lia bangga sebagai anak desa toh bisa diterima, tetapi di lain fihak mulai minder dengan teman-temannya yang sebagian besar dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan latar belakang Lia. Ia menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut sebagai orang yang egois, kurang bersahabat, pilih-pilih teman yang sama-sama dari keluarga kaya saja, dan sombong. Makin lama perasaan ditolak, terisolik, dan kesepian makin mencekam dan mulai timbul sikap dan anggapan sekolahnya itu bukan untuk dirinya tidak krasan, tetapi mau keluar malu dengan orang tua dan temannya sekampung; terus bertahan, susah tak ada/punya teman yang peduli. Dasar saya anak desa, anak miskin (dibanding teman-temannya di kota) hujatnya pada diri sendiri. Akhirnya benar-benar menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan takut bergaul sebagaimana mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga beban pikiran dan perasaan makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas atau tidak.

MEMAHAMI LIA DALAM PERSPEKTIF RASIONAL EMOTIF
Menurut pandangan rasional emotif, manusia memiliki kemampuan inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar biasa kuatnya berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang terbaik bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia apabila tidak segera memperoleh apa yang diinginkannya. Akibatnya berpikir kekanak-kanakan (sebagai hal yang manunusiawi) seluruh kehidupannya, akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan memelihara tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk melebih-lebihkan pentingnya penerimaan orang lain yang justru menyebabkan emosinya tidak sewajarnya seringkali menyalahkan dirinya sendiri dengan cara-cara pembawaannya itu dan cara-cara merusak diri yang diperolehnya. Berpikir dan merasa itu sangat dekat dan dengan satu sama lainnya : pikiran dapat menjadi perasaan dan sebaliknya; Apa yang dipikirkan dan atau apa yang dirasakan atas sesuatu kejadian diwujudkan dalam tindakan/perilaku rasional atau irasional. Bagaimana tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan dorongan-doronan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri sekalipun irasional.
Ciri-ciri irasional seseorang tak dapat dibuktikan kebenarannya, memainkan peranan Tuhan apa saja yang dimui harus terjadi, mengontrol dunia, dan jika tidak dapat melakukannya dianggap goblok dan tak berguna; menumbuhkan perasaan tidak nyaman (seperti kecemasan) yang sebenarnya tak perlu, tak terlalu jelek/memalukan namun dibiarkan terus berlangsung, dan menghalangi seseorang kembai ke kejadian awal dan mengubahnya. Bahkan akhirnya menimbulkan perasaan tak berdaya pada diri yang bersangkutan. Bentuk-bentuk pikiran/perasaan irasional tersebut misalnya : semua orang dilingkungan saya harus menyenangi saya, kalau ada yang tidak senang terhadap saya itu berarti malapetaka bagi saya. Itu berarti salah saya, karena saya tak berharga, tak seperti orang/teman-teman lainnya. Saya pantas menderita karena semuanya itu.
Sehubungan dengan kasus, Lia sebetulnya terlahir dengan potensi unggul, ia menjadi bermasalah karena perilakunya dikendalikan oleh pikiran/perasaan irasional; ia telah menempatkan harga diri pada konsep/kepercayaan yang salah yaitu jika kaya, semua teman memperhatikan / mendukung, peduli, dan lain-lain dan itu semua tidak ada/didapatkan sejak di SMU, sampai pada akhirnya menyalahkan dirinya sendiri dengan hujatan dan penderitaaan serta mengisolir dirinya sendiri. Ia telah berhasil membangun konsep dirinya secara tidak realistis berdasarkan anggapan yang salah terhadap (dan dari) teman-teman lingkungannya. Ia menjadi minder, pemalu, penakut dan akhirnya ragu-ragu keberhasilan/prestasinya kelak yang sebetulnya tidak perlu terjadi.

TUJUAN DAN TEKNIK KONSELING
Jika pemikiran Lia yang tidak logis / realistis (tentang konsep dirinya dan pandangannya terhadap teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya. Dengan demikian tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional Lia yang melatar-belakangi ketakutan / kecematannya yaitu konsep dirinya yang salah beserta sikapnya terhadap teman lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa otoritatif : memanggil Lia, mengajak berdiskusi dan konfrontasi langsung untuk mendorongnya beranjak dari pola pikir irasional ke rasional / logis dan realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian nasehat secara tepat, terapi dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk PR serta bibliografi terapi.
Konseling kognitif : untuk menunjukkan bahwa Lia harus membongkar pola pikir irasional tentang konsep harga diri yang salah, sikap terhadap sesama teman yang salah jika ingin lebih bahagia dan sukses. Konselor lebih bergaya mengajar : memberi nasehat, konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-irasoonal, sugesti dan asertive training dengan simulasi diri menerapkan konsep diri yang benar dan sikap/ketergantungan pada orang lain yang benar/rasional dilanjutkan sebagai PR melatih, mengobservasi dan evaluasi diri. Contoh : mulai dari seseorang berharga bukan dari kekayaan atau jumlah dan status teman yang mendukung, tetapi pada kasih Allah dan perwujudanNya. Allah mengasihi saya, karena saya berharga dihadiratNya. Terhadap diri saya sendiri suatu saat saya senang, puas dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh, bahkan adakalanya saya benci, memaki-maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan realistis jika sejumlah 40 orang teman satu kelas misalnya ada + 40% yang baik, 50% netral, hanya 10% saja yang membeci saya. Adalah tidak mungkin menuntut semua / setiap orang setiap saat baik pada saya, dan seterusnya. Ide-ide ini diajarkan, dan dilatihkan dengan pendekatan ilmiah.
Konseling emotif-evolatif untuk mengubah sistem nilai Lia dengan menggunakan teknik penyadaran antara yang benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain peran, dan pelepasan beban agar Lia melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak rasional dan menggantinya dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik kognitif di atas. Konseling behavioritas digunakan untuk mengubah perilaku yang negatif dengan merobah akar-akar keyakinan Lia yang irasional/tak logis kontrak reinforcemen, sosial modeling dan relaksasi/meditasi.

PENUTUP
Teori ini dalam menolong menggunakan pendekatan direct menggunakan nasehat yang ditandai oleh menyerang masalah dengan intektual dan meyakinkan (koselor). Tekniknya jelas, teliti, makin melihat/menyadari pikiran dan kata-kata yang terus menerus ditujukan kepada diri sendiri, yang membawa kehancuran kepada diri sendiri. Cara konselor ialah dengan pendekatan yang tegas, memintakan perhatian kepada pikiran-pikiran yang menjadi sebab gangguan itu dan bagaimana pikiran dan kalimat itu beroperasi hingga membawa akibat yang merugikan. Konselor selanjutnya menolong dia untuk memikir kembali, menantang, mendebat, menyebutkan kembali kalimat-kalimat yang merugikan itu, dan dengan cara demikian ia membawa klien ke kesadaran dan tilikan baru. Tetapi tilikan dan kesadaran tidak cukup. Ia harus dilatih untuk berpikir dan berkata kepada diri sendiri hal-hal yang lebih positive dan realistik. Terapis mengajar klien untuk berpikir betul dan bertindak efektif. Teknik yang dipakai bersifat eklektif dengan pertimbangan :
    1. Ekonomis dari segi waktu baik bagi konselor maupun konseli 2. Efektifitas teknis-teknis yang dipakai cocok untuk bermacam ragam konseli 3. Kesegaran hasil yang dicapai, 4. Kedalaman dan tanah lama serta dapat dipakai konseli untuk mengkonseling dirinya sendiri kalah.
Kesimpulannya, penstrukturan kembali filosofis untuk merubah kepribadian yang salah berfungsi menyangkut langkah-langkah sebagai berikut : (1) mengakui sepenuhnya bahwa kita sebagian besar bertanggungjawab penciptaan masalah-masalah kita sendiri; (2) menerima pengertian bahwa kita mempunyai kemampuan untuk merubah gangguan-gangguan secara berarti; (3) menyadari bahwa problem-problem dan emosi kita berasal dari kepercayaan-kepercayaan tidak rasional ; (4) mempersepsi dengan jelas kepercayaan-kepercayaan ini; (5) menerima kenyataan bahwa, jika kita mengharap untuk berubah, kita lebih baik harus menangani cara-cara tingkah laku dan emosi untuk tindak balasan kepada kepercayaan-kepercayaan kita dan perasaan-perasan yang salah fungsi dan tindakan-tindakan yang mengikuti; dan (6) mempraktekkan metode-metode RET untuk menghilangkan atau merubah konsekuensi-konsekuensi yang terganggu pada sisa waktu hidup kita ini.
 
SUMBER
- Aryatmi, S., 1991, Perspektif BK dan Penerapannya di Berbagai Institusi, Satya Wacana Semarang.
- Corey G., 1991/1995, Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi (terjemahan Mulyarto), IKIP Semarang Pres.
- Prayitno, 1998, Konseling Pancawashita, prodi BK PPB, FIP, IKIP Padang
- Rosjidan, 1998, Pengantar Teori-teori Konseling, Depdikbud Dirjen PT Proyek P2LPTK, Jakarta
- Surya, M., 1988, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta.


(Slameto, Dosen di UKSW salatiga)

BK Karier di SD

Paradigma, Visi, dan Misi Bimbingan Konseling di SD

1.Paradigma

Paradigma bimbingan konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.

2.Visi

Visi pelayanan bimbingan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

3.Misi

a.Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.

b.Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah, keluarga dan masyarakat.

c.Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.

Bidang Bimbingan Konseling

1.Bimbingan Pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.

2.Bimbingan Sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

3.Bimbingan Belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.

4.Bimbingan Karier, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karier.

Jenis Layanan Bimbingan Konseling

1.Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.

2.Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.

3.Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.

4.Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

5.Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.

6.Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

7.Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.

8.Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.

9.Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.

Kegiatan Pendukung

1.Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes

2.Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.

3.Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.

4.Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.

5.Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.

6.Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.

Pola Penyelenggaraan Kegiatan Bimbingan dan Konseling:

1.Pola Infusi ke dalam mata pelajaran, yaitu memasukkan materi bimbingan dan konseling ke dalam mata pelajaran tertentu

2.Pola Layanan Khusus, yaitu menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling melalui jenis-jenis layanan tertentu dan kegiatan pendukung.

3.Pola Alih Tangan Kasus, yaitu mengalihtangankan penangangan kasus kepada pihak lain yang lebih ahli.

4.Pola Ekstra-Kurikuler, yaitu menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling di luar pengajaran dan tanpa melalui jenis layanan/pendukung tertentu. Misalnya: upacara bendera, kegiatan menjelang masuk dan/atau ke luar kelas, kegiatan di luar kelas sewaktu istirahat, jalan-jalan/darmawisata, dan sebagainya.

Bimbingan Karier di SD

Dalam bidang bimbingan karier, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa mengenali dan mulai mengarahkan diri untuk masa depan karier. Bimbingan karier di Sekolah merupakan kegiatan yang paling awal dan mendasar bagi pengembangan karier secara menyeluruh. Pemberian materi bimbingan karier untuk para siswa disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Bagi siswa SD pada umumnya, bimbingan karier dimaksudkan untuk:

1.Mengembangkan sikap positif terhadap segala jenis pekerjaan. Dalam hal ini guru kelas harus berhati-hati. Guru kelas menunjukkan atau menampilkan prasangka ataupun kecenderungan tertentu terhadap jenis-jenis pekerjaan (misalnya, pekerjaan tertentu disikapi positif, sedang lainnya disikapi negatif).

2.Membawa para siswa menyadari betapa luasnya dunia kerja yang ada, terentang dari pekerjaan yang dijabat orang tua sampai ke segala macam pekerjaan di masyarakat.

3.Menjawab berbagai pertanyaan para siswa tentang pekerjaan. Dorongan ingin tahu anak-anak akan membawa mereka menanyakan segala sesuatu tentang pekerjaan. Dalam hal ini jawaban atau informasi yang tepat dan benar harus segera diberikan setiap waktu bertanya.

4.Menekankan jasa dari masing-masing jenis pekerjaan, yaitu untuk kesejahteraan hidup rumah tangga dan masyarakat (tidak hanya mengemukakan besarnya gaji atau penghasilan yang diperoleh melalui pekerjaan itu). Perlunya bakat atau kemampuan/keterampilan khusus untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, terutama pekerjaan yang bermanfaat bagi pemberian bantuan kepada sesama manusia, hendaklah disampaikan.

Di samping itu, informasi pekerjaan untuk siswa kelas tinggi SD perlu diperluas dan diperkuat. Hal ini bertujuan agar mereka memahami bahwa:

1.Pekerjaan ada di mana-mana, di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara, bahkan dunia. Pada tingkat perkembangan itu, siswa mulai membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang ada di desa dan di kota, di daerahnya sendiri dan di daerah lain. Siswa dirangsang untuk mulai menyadari bahwa ada banyak macam cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencari penghidupan dan memenuhi kebutuhan melalui berbagai jenis pekerjaan.

2.Terdapat saling ketergantungan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Pada diri siswa, perlu dikembangkan bahwa untuk terlaksananya suatu pekerjaan dengan baik, para pekerja saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya para pekerja itu harus saling membantu dan bekerja sama.

3.Baik kemampuan khusus maupun ciri-ciri kepribadian tertentu diperlukan untuk mencapai keberhasilan bagi sebagian jenis pekerjaan.

4.Untuk memilih suatu pekerjaan diperlukan informasi yang tepat (yaitu tentang hakikat pekerjaan itu sendiri, latihan yang diperlukan, kondisi kerja, dsb).

5.Ada berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh orang-orang yang menginginkan pekerjaan tertentu (seperti peralatan mahal, biaya untuk program pendidikan dan pelatihan mahal dan waktunya lama, kondisi kerja kurang menyenangkan, dsb).

6.Untuk memilih pekerjaan atau karier di masa depan perlu kehati-hatian dan pertimbangan yang matang.

Pelaksanaan Bimbingan Karier di SD

Materi Bimbingan Karier di SD Kelas I dan II

1.Layanan Orientasi dan Informasi

a.Gambaran tentang perlunya bekerja untuk mencari nafkah

b.Penghargaan terhadap segenap pekerjaan

c.Gambaran tentang orang-orang yang rajin bekerja dan hasil-hasil yang mereka peroleh

2.Layanan Penempatan dan Penyaluran

Belum ada layanan penempatan dan penyaluran dalam bimbingan karier

3.Layanan Pembelajaran/Penguasaan Konten

Belum mempelajari karier tertentu sehingga layanan pembelajaran untuk bimbingan karier belum diselenggarakan

Materi Bimbingan Karier di SD Kelas III dan IV

1.Layanan Orientasi dan Informasi

a.Gambaran tentang perlunya bekerja untuk mencari nafkah

b.Penghargaan terhadap segenap pekerjaan

c.Gambaran tentang orang-orang yang rajin bekerja dan hasil-hasil yang mereka peroleh

2.Layanan Penempatan dan Penyaluran

Belum ada layanan penempatan dan penyaluran dalam bimbingan karier

3.Layanan Pembelajaran/Penguasaan Konten

a.Pemahaman awal tentang perlunya memperoleh penghasilan dan pengembangan karier

b.Pemahaman awal tentang informasi sederhana berkenaan dengan pekerjaan dan usaha-usaha memperoleh penghasilan (untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana yang terdapat di lingkungan para siswa)

Materi Bimbingan Karier di SD Kelas V dan VI

1.Layanan Orientasi dan Informasi

a.Pemantapan materi di Kelas III dan IV.

b.Informasi lanjutan dan lebih kompleks tentang pekerjaan-pekerjaan pertanian yang lebih luas, pekerjaan di industri dan perusahaan, usaha perdagangan yang lebih luas ( toko,bank,asuransi, dsb ), usaha angkutan yang lebih luas ( transport antar kota, pelayaran, penerbangan), serta sebagai pekerjaan yang bersifat keahlian ( seperti guru, dokter, insinyur, dsb).

c.Informasi tentang saling ketergantungan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain serta hubungan dengan konsumen.

d.Informasi tentang kemampuan khusus yang diperlukan untuk menjabat pekerjaan tertentu untuk ini diperlukan bakat, minat, dan keterampilan tertentu.

e.Informasi tentang diperlukannyas keuletan dan ketabahan dalam mengajar dan menggembangkan karier tertentu untuk ini diperlukan pertimbangan yang hati-hati dan matang untuk memilih pekerjaan atau karier tertentu.

f.Informasi tentang diperlukannya berbagai informasi yang tepat berkenaan dengan pemilikan pekerjaan atau karier.

g.Informasi awal tentang sekolah lanjutan yang berkaitan dengan cita-cita karier tertentu.

2.Layanan Penempatan dan Penyaluran

Menempatkan dan menyalurkan siswa ke dalam kelompok untuk mempelajari:

a.Berbagai jenis pekerjaan sebagaimana informasi yang ingin diperoleh

b.Sekolah lanjutan sebagaimana informasi yang ingin diperoleh khususnya dikaitkan dengan aspek-aspek pekerjaan dan/atau karier tertentu

3.Layanan Pembelajaran/Penguasaan Konten

a.Pemantapan materi di Kelas III dan IV .

b.diskusi untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang:

1)Berbagai jenis pekerjaan dan upaya memperoleh penghasilan

2)Saling ketergantungan antara berbagai jenis pekerjaan.

3)Kemampuan khusus untuk pekerjaan tertentu- apakah siswa dapat dimungkinkan memiliki kemampuan itu?

4)Sekolah lanjutan yang berkaitan dengan cita-cita pekerjaan atau karier.

Tenaga Profesional dalam Kegiatan Bimbingan Karier di SD

1.Modal Personal

Modal dasar yang akan menjamin suksesnya penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah berbagai ciri personal yang ada dan dimiliki secara pribadi oleh tenaga penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Modal personal tersebut adalah:

a.Berwawasan luas: memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas, terutama tentang perkembangan peserta didik pada usia sekolahnya, perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi/kesenian dan proses pembelajarannya, serta pengaruh lingkungandan modernisasi terhadap peserta didik.

b.Menyayangi anak: memiliki kasih sayang yang mendalam terhadap peserta didik; rasa kasih sayang ini ditampilkan oleh Guru Pembimbing/ Guru kelas benar-benar dari hati sanubarinya (tidak berpura-pura atau dibuat-buat) sehingga peserta didik secara langsung merasakan kasih sayang itu.

c.Sabar dan bijaksana: tidak mudah marah dan/atau mengambil tindakan keras dan emosional yang merugikan peserta didik serta tidak sesuai dengan kepentingan perkembangan mereka; segala tindakan yang diambil Guru Pembimbing/Guru Kelas didasarkan pada pertimbangan yang matang.

d.Lembut dan baik hati: tutur kata dan tindakan Guru Pembimbing/Guru Kelas selalu menggenakkan hati, hangat, dan suka menolong.

e.Tekun dan teliti: Guru Pembimbing/Guru Kelas setia mengikuti tingkah laku dan perkembangan peserta didik sehari-hari dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan berbagai aspek yang menyertai tingkah laku dan perkembangan tersebut.

f.Menjadi contoh: tingkah laku, pemikiran, pendapat dan ucapan-ucapan Guru Pembimbing/Guru Kelas tidak tercela dan mampu menarik peserta didik untuk menggikutinya dengan senang hati dan suka rela.

g.Tanggap dan mampu mengambil tindakan: Guru Pembimbing/Guru Kelas cepat memberikan perhatian terhadap apa yang terjadi dan/atau mungkin terjadi diri pada peserta didiknya, serta mengambil tindakan secara cepat untuk mengatasi dan/atau mengantisipasi apa yang terjadi dan/atau mungkin terjadi itu.

h.Memahami dan bersikap positif pelayanan bimbingan dan konseling: Guru Pembimbing/Guru Kelas memahami fungsi dan tujuan serta seluk-beluk pelayanan bimbingan dan konseling, serta dengan bersenang hati berusaha sekuat tenaga melaksanakannya secara profesional sesuai dengan kepentingan dan perkembangan peserta didik.

2.Modal Profesional

Modal Profesional mencakup kematangan wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dalam bidang kajian pelayanan bimbingan dan konseling. Semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus dalam program pendidikan bimbingan dan konseling. Dengan modal profesional itu, seorang tenaga pembimbing (Guru Pembimbing dan Guru Kelas) akan mampu secara nyata melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling menurut kaidah-kaidah keilmuannya, teknologinya, dan kode etik profesionalnya.

Apabila semua modal personal dan modal profesional tersebut dikembangkan dan dipadukan dalam diri Guru Kelas serta diaplikasikan dalam wujudnya yang nyata terhadap peserta didik, yaitu dalam bentuk berbagai layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, dapat diyakini pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan dengan lancar dan sukses. Tangan dingin dan terampil tenaga pembimbing yang menggarap lahan subur di sekolah untuk pekerjaan bimbingan dan konseling diharapkan akan membuahkan para peserta didik yang berkembang secara oiptimal.

3.Modal Instrumental

Pihak sekolah atau satuan pendidikan perlu menunjang perwujudan kegiatan Guru Pembimbing dan Guru Kelas itu dengan menyediakan berbagai prasarana dan sarana yang merupakan modal Instrumental bagi suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling, seperti ruangan yang memadai perlengkapan kerja sehari-hari, istrumen BK, dan sarana pendukung lainnya. Dengan kelengkapan instrumental seperti itu kegiatan bimbingan dan konseling akan diperlancar dan keberhasilannya akan lebih dimungkinkan.

Di samping itu, suasana profesional pengembangan peserta didik secara menyeluruh perlu dikembangakan oleh seluruh personil sekolah. Suasana profesional ini, selain mempersyaratkan teraktualisasinya ketiga jenis modal tersebut, terlebih lebih lagi adalah terwujudnya saling pengertian, kerja sama dan saling membesarkan diantara seluruh personil sekolah.

Semoga Bermanfaat! 



(Trimo,S.Pd.,M.Pd.,  Dosen di IKIP PGRI Semarang) 

Selasa, 19 Oktober 2010

Masa depan kita (Konselor) masih sangat cerah

Layanan bimbingan dan konseling disekolah nasibnya sungguh memprihatinkan. Banyak sekali di antara guru pembimbingnya yang bukan lulusan program study bimbingan dan konseling. Banyak diantara guru, masyarakat, dan kepala sekolah yang menganggap konselor hanya sabagai pelengkap dan hiasan saja tanpa memiliki fungsi yang urgent sehingga dalam penempatannya terkesan asal-asalan. Hanya karena alasan tidak ada lahan lagi di sekolah maka seorang guru bisa di tempatkan pada posisi konselor tanpa memperhatikan kualifikasi dan latar belakang pendidikannya. Mereka berpandangan bahwa layanan bimbingan dan konseling hanyalah proses “pemberian nasehat”. Hal tersebut sungguh sangat salah besar.

Hal tersebut juga mengindiksikan bahwa mereka masih “awam” dalam ilmu bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sesungguhnya adalah suatu layanan yang diberikan kepada peserta didik guna merencanakan masa depan, menata karier, mengenali diri sendiri, dan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Namun, perlu menjadi catatan penting! dalam menyelesaikan masalah, metode yang digunakan adalah diskusi dan sharing jadi antara konselor dan klien/peserta didik bersama-sama mencari jalan keluar yang terbaik. BUKAN, konselor/guru pembimbingan yang mencarikan dan memaksakan jalan keluarnya pada klien. Hal ini bertujuan agar klien terbuka fikirannya, menerima dirinya sendiri secara kelebihan maupun kekurangan, dan mandiri sehingga kelak jika ada masalah lagi, klien dapat menyelesaikan sendiri tanpa bergantung pada konselor. Prinsip yang harus digunakan oleh konselor adalah “Menyelesikan masalah, tanpa masalah” jadi konselor berfokus pada “faktor penyebab masalah” bukan masalah yang sedang dihadapi. Maksudnya adalah koselor harus menyelesaikan masalah tersebut secara baik dan cerdas tanpa menimbulkan masalah yang baru. Namun, hal yang terjadi sekarang, “konselor gadungan” justru menambah masalah pada klien, contohnya siswa yang sering terlambat di skors, di hukum, di jemur, bahkan jika sampai pada sekian kali terlambat di keluarkan. Langkah yang seharusnya dilakukan adalah mereka diajak diskusi, kenapa sering terlambat? Penyebabnya apa? Jika penyebabnya jarak yang jauh dari rumah, maka konselor bisa menyarankan agar peserta didik berangkat lebih pagi dan menngusulkan pengadaan bis sekolah pada kepala sekolah. Jika karena membantu orang tua dahulu, maka konselor sebaiknya mengadakan kunjungan rumah untuk memastikan keterangan tersebut, apabila keterangannya benar, konselor dapat mendiskusikan masalah tersebut dengan kedua orang tuanya untuk mencari solusi terbaik. Jika karena peserta didik malas ke sekolah, maka konselor bisa memberikan motivasi dan semangat serta mengadakan kegiatan motivasi akbar di sekolah. Cara penyelesaian tersebut tentu tidak akan menimbulkan masalah baru yang justru memberatkan peserta didik.

Sebenarnya bimbingan dan konseling tidak hanya bergerak pada bidang pendidikan, masih banyak bidang lain yang perlu dan sangat membutuhkan bantuan dari konselor. Beberapa bidang bimbingan dan konseling lain di luar pendidikan adalah bimbingan dan konseling perkawinan/pernikahan, bimbingan dan konseling keluarga, bimbingan dan konseling sosial, bimbingan dan konseling pribadi, bimbingan dan konseling karier, bimbingan dan konseling belajar/pendidikan, bimbingan dan konseling keuangan, dan bimbingan dan konseling seksual dan lain sebagainya. Namun sangat disayangkan, di Indonesia, bimbingan dan konseling baru di tempatkan dalam dunia pendidikan.

So, jadi bagi mahasiswa bimbingan dan konseling, tidak perlu khawatir kehabisan lahan pekerjaan. Masih banyak yang membutuhkan bantuan kita. Sekarang ABKIN siap melegalkan praktek konseling kita di rumah tapi saratnya kita harus dapatkan izin terlebih dahulu. Jadi nanti selain kerja di sekolah kitapun bisa membuka praktek konseling di rumah. Kesimpulannya, tidak perlu khawatir. Masa depan kita sangat cerah.
(Prasetyo Alami/ Univ. Neg. Sebelas Maret Solo)

Selasa, 21 September 2010

PERSONALIA DEWAN PERTIMBANGAN ORGANISASI (DPO) IKATAN MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (IMABKIN)

PERSONALIA DEWAN PERTIMBANGAN ORGANISASI (DPO)
IKATAN MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (IMABKIN)

Koordinator   : Diniy Hidayatur Rahman, S.Pd (UM Malang)
Anggota         :
1.    Nunu Karlina, S.Pd (UNJ Jakarta)
2.    Husni Abdillah (UNESA Surabaya)
3.    Pathah Pajar Mubarok, S.Pd (UPI Bandung)
4.    Abdurrahim Suryanegara, S.Pd (Universitas Lambung Mangkurat)
5.    Hardi (UNILA Bandar Lampung)
                           6.  Syahril Buchori, S,Pd (UNM Makassar)

Program Kerja PP IMABKIN Periode 2009-2011


a.      Departemen AKPRO (Akademi dan Profesi)
a.   Profesionalisme / Profesionalisasi.
Program kerja ini meliputi kegiatan Sarasehan (Silaturrahim IMABKIN, ABKIN, DIKTI,dll… dengan menyatukan beberapa agenda kerja dalam proker ini, seperti ; study banding (Field Study),dll)
b.   Pengembangan SDM.
Pengembangan SDM yang dibawahi oleh bidang ini adalah kaderisasi dengan pola kaderisasi bertingkat.
c.    Pencitraan BK.
Pencitraan BK dilakukan melalui pembuatan Jurnal IMABKIN/BK yang kemudian dipublikasikan oleh INFOKOM.

b.      Departemen INFOKOM (Informasi dan Komunikasi)
a.   Publikasi dan Sosialisasi (Pusat, Wilayah, Daerah)
b.   Data Base/Bank Data (Sekretaris)
c.   Link (Masing-masing Daerah)
d.   LSO (Masing-masing Daerah)

c.      Departemen SosPol (Sosial Politik)
1.    Melakukan Koordinasi dan konsolidasi terkait fungsi sosial politik BK dengan lembaga yang terkait dalam rangka sosialisasi dan advokasi pencitraan BK serta pencerdasan di masyarakat pada umumnya. KONGKRET: STUDI LAPANGAN, AUDIENSI, SILATURRAHIM dengan ABKIN.
2.    Membangun aliansi untuk mencari dukungan dengan penentu kebijakan terhadap isu yg dikaji bersama dengan AKPRO DAN INFOKOM. KONGKRET: HEARING, ACTION, PARTNERSHIP dengan penentu kebijakan atau pemerintah. Bersama infokom menginternalisasi isu ke mayarakat kampus masing-masing. KONGKRET: DISKUSI PUBLIK dengan mahasiswa dan masyarakat serta pemerintah. 

Jumat, 17 September 2010

Struktur PP IMABKIN 2009-2011


Ketua Umum : Wizurai Wirawan - UNM Makassar
Wakil Ketua   : Adi Sukardi - UNJ Jakarta
Sekretaris      : Ayu Wulan Sari D.P - UHAMKA Jakarta
Bendahara     : Athik Hidayatul Ummah - UM Malang
Departemen   :
I. Dept. Akademi dan Profesi (AKPRO)         : 
Ketua     : Muh. Safiul Umam - IKIP PGRI Semarang 
Anggota : Asmar Hidayat - UNM Makassar  
Sufiyanti Arfalah - UNILA Bdr. Lampung 
Eem Munawaroh - UPI Bandung
Heru Nurrohman - UNISMUH Plgkaraya 
Yuanita Dwi K - UM malang
II. Dept. Informasi dan Komunikasi (INFOKOM)  : 
Ketua     : Wawang Setyo.P - Univ. Kanjuruhan MLG
Anggota : Agung Laksono P - UNES Semarang
Rina Astisari - UNJ Jakarta
Abd. Rahim Kenta - UNG Gorontalo
M. Sholeh - STKIP PGRI Pontianak
Hildayati - UNP Padang
III. Dept. Sosial dan Politik (SOSPOL)           :
Ketua    : Saifuddin - UNESA Surabaya
Anggota : Anisa Handayani - UNY Yogyakarta 
Aji Sarogo - Univ. Panca Sakti Tegal
Ali Susanto - UNM Makassar
Fazlena - UNMUL Mulawarman
Alrefi - Univ. Sriwijaya Sumatera Selatan

Kordinator-kordinator Wilayah
1.    Kordinator Wilayah I Sumatera  :  Muh. Subhan  
                                                              (Universitas Negeri Riau)
2.    Kordinator Wilayah II Jawa, Bali, NTT dan NTB :  Rizki Erdianto 
                                                                   (UM Malang)
3.    Kordinator Wilayah III Kalimantan  :  Mishbahul Jannah 
                                                          (UNMUL Mulawarman)
4.    Kordinator Wilayah IV Sulawesi  :  Muh. Alfian  
                                                        (Universitas Negeri Makassar)
5.    Kordinator Wilayah V Papua dan Maluku  :  Paul Arjanto
                                                       (Universitas Pattimura Ambon)